BANDA ACEH, iNews.id – Pengurus Daerah Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Aceh, mengecam tindakan arogansi yang dilakukan oleh salah seorang oknum polisi yang mengaku dari Mapolda Aceh terhadap jurnalis. Seharusnya polisi dan jurnalis dapat bermitra dengan baik dan bukan malah bersikap sebaliknya.
"Saya mengecam kejadian ini, pelaku harus meminta maaf kepada korban secara institusi Kepolisian. Kita tidak akan berhenti sampai disini," kata Ketua IJTI Pengda Aceh, Munir Noer.
Dia mengatakan, wartawan memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang layak diketahui oleh publik, tentunya dengan kode etik jurnalistik. Jadi bila ada yang menghalangi, maka wartawan tidak akan tinggal diam.
"Kita tidak tutup mata dan tidak diam dengan kejadian ini. Pelaku harus meminta maaf kepada korban. Polisi juga harus memastikan kepada anggotanya agar kejadian serupa tidak berulang," katanya.
Untuk diketahui, dalam UU Pers Nomor 40 tahun 1999 dijelaskan, bagi siapa saja yang melakukan kekerasan dan menghalangi wartawan dalam melaksanakan tugas peliputan, maka dapat dikenakan hukuman selama dua tahun penjara dan dikenakan denda paling banyak sebesar Rp500 juta.
Sementara dalam pasal 4 Undang-Undang Pers menjamin kemerdekaan pers. Pers nasional memiliki hak mencari, memperoleh dan menyebar luaskan gagasan dan informasi.
Sebelumnya seorang oknum polisi yang mengaku dari Mapolda Aceh menepuk kamera seorang kameramen televisi nasional saat acara launching buku karya istri dari Kapolda Aceh, Winta Wahyu Widodo di Museum Tsunami, Jumat (19/2/2021). Usai acara, oknum polisi tersebut justru memaki sambil menarik kerah baju kameramen tersebut.
"Saya menegur dia karena mic-nya masuk ke dalam frame kamera saya. Tapi pelaku yang arogan malah menepuk kamera saya," kata korban, Fadli Batubara.
Saat ketegangan tersebut terjadi, seorang polisi bernama AKP Sandi pun melerai keduanya.
Sementara itu, kontributor iNews TV, Taufan mengatakan, kejadian arogansi tersebut terjadi saat proses wawancara terjadi. Sempat terdengar cek cok antara keduanya bahkan sempat menggangu proses wawancara.
"Ketika wawancara terdengar mereka saling bisik. Kamera saya ikut goyang juga,” katanya.
Dia menjelaskan, dari awal, pelaku memang suka masuk dalam frame kamera. Pelaku pun kerap mendahului.
“Selesai wawancara, mereka sempat bersitegang juga sehingga langsung dilerai kawan-kawan," katanya.
Editor : Umaya Khusniah
Artikel Terkait