BANDA ACEH, iNews.id - Bisnis kopi di tahun 2021 masih terus eksis. Tidak hanya di ibu kota, bisnis ini juga rupanya menjamur di Banda Aceh.
Semerbak harum aroma kopi langsung tercium begitu memasuki warung kopi (warkop) Solong di Ulee Kareng, Kota Banda Aceh. Meja-meja dipenuhi dengan cangkir kopi dan kue.
Suasana warkop tampak sangat sibuk dengan masing-masing aktivitas manusianya ketika dikunjungi, Selasa (14/9/21). Peracik kopi dengan gagah mengangkat saringan kopi di tangannya, lalu memindahkan air kopi ke dalam gelas bersamaan dengan uap air panas di sekitarnya.
Hilir mudik pelayan cekatan membawa gelas berisi kopi di tangan kanannya. Sedangkan tangan kirinya penuh dengan piring kecil berisi kue-kue untuk disajikan kepada pelanggan.
Tak mau kalah, para pelanggan juga sama sibuknya, dari mulai sarapan, menikmati kopi, berdiskusi hingga bercengkerama dengan gawai yang dimilikinya.
Banda Aceh memang dikenal dengan kota 1.000 warung kopi. Di setiap sudut kota terdapat warung kopi dari yang tradisional hingga modern. Berbagai kalangan dari usia muda hingga tua berkumpul menikmati secangkir kopi. Masing-masing warkop punya trik tersendiri untuk menarik minat pelanggan agar selalu berkunjung.
Nawawi (62), pemilik Warkop Solong Ulee Kareng generasi kedua menuturkan bahwa meminum kopi (ngopi) sudah menjadi bagian dari aktivitas masyarakat Aceh.
"Saya lihat aktivitas masyarakat Aceh dari mulai saya kecil memang selalu berada di kedai kopi. Mereka tidak hanya sekadar menghabiskan waktu, melainkan juga sebagai ruang diskusi serta berbagi pikiran dan pendapat dengan rekan sejawat," ucapnya.
Usaha kopi yang digelutinya sudah berusia 30-an tahun itu termasuk dalam kategori warkop tradisional. Hal ini dapat dilihat bahwa warkop tersebut masih menggunakan penyeduh kopi berupa saringan tradisional, menjual kue-kue khas Aceh, dan tidak adanya musik maupun wifi seperti di warkop modern. Nawawi terus mempertahankan konsep tersebut sebagai ciri khas dari usaha warkopnya.
"Jika saya beralih ke modern mungkin pelanggan saya sudah kurang berminat. Banyaknya warung kopi lain juga menjadi tantangan tersendiri untuk kami. Maka dari itu, kami terus mempertahankan dari segi pelayanan, kebersihan, dan menjaga cita rasa kopi agar rasanya tetap terjaga," ucapnya.
Jenis kopi yang dijual adalah arabika dan robusta yang biji kopinya berasal dari Takengon, Aceh Tengah, dan Lamno, Aceh Jaya.
Proses pengolahan dari biji kopi mentah hingga menjadi bubuk kopi dilakukan sendiri di usaha warkopnya tersebut. Selain menjual minuman kopi, warkopnya juga menjual bubuk kopi.
"Menurut saya kopi yang paling enak di Aceh adalah kopi yang berasal dari Lamno dan juga Takengon tapi tidak di semua tempat, ada beberapa daerah yang memang enak kopinya. Takaran kopi enak yaitu rasanya gurih dan ringan untuk dikonsumsi," tutur Nawawi.
Mengikuti perkembangan zaman dan tren yang dinamis, menyebabkan tidak sedikit bermunculan coffee shop dengan nuansa modern hadir untuk meramaikan dunia warkop yang sudah ada.
Mulai rasa hingga fasilitas dimodifikasi sedemikian rupa untuk menarik minat pelanggan yang mayoritas merupakan kawula muda. Di antara BAN Coffe yang berlokasi di Kampung Laksana, Kecamatan Kuta Alam, Kota Banda Aceh.
Saat masuk ke dalam, nuansa modern coffe shop tersebut sangat kental terasa. Dari mulai mesin kopinya, furnitur yang digunakan dan pilihan musik yang diputar.
Muhammad Haris (28), manajer BAN Coffe menuturkan bahwa kafe yang mulai beroperasi awal tahun 2020 tersebut mengusung konsep santai dan menyediakan ruang kerja (workspace) yang nyaman untuk mahasiswa mengerjakan tugas, skripsi, zoom meeting ataupun aktivitas kantoran lainnya.
"Pengunjung yang datang ke kafe ini dari berbagai macam karakter orang, ada yang memang khusus datang untuk ngopi dan ada yang perlu workspace yang nyaman dan kebutuhan di kafe ini disediakan workspace yang nyaman," ucapnya.
Dengan tempat yang nyaman serta adanya wifi menjadi penunjang mahasiswa untuk melakukan perkuliahan daring.
"Sering mahasiswa melakukan zoom meeting di sini, hal ini biasanya ditandai ketika pengunjung meminta kepada pekerja di kafe untuk menyesuaikan kondisi agar tidak menghidupkan musik," ucap Haris.
Bentuk revolusi warkop lainnya yang sangat menarik perhatian adalah model kafe truk. Dengan bentuk yang minimalis dan mudah dibawa ke mana-mana atau portabel menjadi daya tarik sendiri bagi para peminat kopi.
Jika berkunjung sore hari di sepanjang Pantai Ulee Lheue, Kota Banda Aceh, mudah ditemukan kafe truk di pinggir jalanan. Street Coffe 30 di antaranya. Kafe truk tersebut didesain dengan dominasi coklat dan ornamen biji-biji kopi.
Alfarizi, barista Street Coffe 30, mengatakan dengan banyaknya coffe shop yang menjamur dan konsep yang sama, sehingga harus mencari alternatif lain agar lebih menarik dan unik.
“Kalau kita lihat hampir kebanyakan coffe shop bentuknya sama, untuk itu kami mencoba keluar dari zona nyaman dengan membuka usaha kafe truk ini,” ucapnya.
Kafe truk ini buka dari setelah shalat ashar hingga menjelang magrib dan dikunjungi orang-orang yang ingin menikmati kopi sore hari di pinggir Pantai Ulee Lheue.
Untuk hari Senin hingga Jumat, biasa Alfarizi dan timnya menyiapkan sembilan meja pengunjung. Sedangkan akhir minggu akan diberi meja lebih karena biasanya pengunjung lebih ramai.
Editor : Nani Suherni
Artikel Terkait