5 Orang di Bener Meriah Jadi Tersangka Kasus Ijazah Palsu, Ada PNS dan Pegawai Honorer
BANDA ACEH, iNews.id – Lima orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan jual beli ijazah palsu di Dinas Pendidikan Bener Meriah, Aceh. Para tersangka terdiri atas pegawai negeri sipil (PNS) dan ada juga pegawai honorer
Kapolres Bener Meriah, AKBP Siswoyo Adi Wijaya melalui Kepala Satuan Reserse Kriminal, Iptu Rifki Muslim mengatakan, kelima tersangka berinisial AS, SM, KS, GW, dan RF. Mereka kini ditahan untuk proses hukum lebih lanjut.
Rifki mengatakan, tersangka AS diduga sebagai pembuat ijazah palsu. AS juga merupakan seorang pegawai negeri di Dinas Pendidikan Bener Meriah.
“Tersangka SM dan KS merupakan pegawai negeri sipil. Yang bersangkutan merupakan orang dalam di Dinas Pendidikan Kabupaten Bener,” katanya Kamis (4/2/2021).
Tersangka GW merupakan oknum pegawai honorer di Satpol PP Bener Meriah. Sedangkan tersangka RF merupakan oknum tenaga honorer di Dinas Kependudukan Catatan Sipil Kabupaten Bener Meriah.
"Tersangka GW dan RF diduga berperan sebagai perantara pada praktik jual beli ijazah palsu tersebut," kata Rifki.
Polisi hingga saat ini, polisi terus mendalami kasus dugaan praktik jual beli ijazah palsu di Dinas Pendidikan Kabupaten Bener Meriah tersebut. Dia menjelaskan, ada tiga cara dilakukan tersangka dalam membuat ijazah palsu.
Cara pertama, tersangka AS menggunakan blangko ijazah di dinas tersebut. Cara kedua, memanfaatkan ijazah yang belum diambil pemiliknya kemudian mengganti nama dengan cara mengeruk nama di ijazah.
Cara ketiga, tersangka mencetak ijazah palsu dengan printer dan dibuat tampak seperti asli. Jadi dia memang sudah professional
“Praktik tersebut sudah berlangsung sejak 2019. Mereka sepertinya sudah profesional," katanya.
Dari hasil pemeriksaan, tersangka AS mengaku sudah mencetak 30 lembar ijazah palsu. Tersangka mengaku dibantu para tersangka lainnya menjual ijazah palsu tersebut.
"Para tersangka dijerat Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen dengan ancaman hukuman minimal lima tahun penjara dan maksimal tujuh tahun," kata Rifki.
Editor: Umaya Khusniah