"Masyarakat kami cukup jera pak. Risiko kami membawa pulang kopi dari kebun tidak hanya cedera akibat motor terjatuh, tapi kopi kami juga bisa berhamburan di lumpur," katanya.
Sebagai kepala desa, dirinya juga sering menerima keluhan masyarakat terkait aktivitas para penebang kayu tersebut dan memintanya untuk melaporkan hal tersebut kepada penegak hukum, karena aktifitas mereka mengakibatkan masyarakat Rikit Musara sulit ke kebun.
Namun, karena status wilayah kampungnya masih dalam sengketa tapal batas antara Pemda Bener Meriah dan Pemda Aceh Utara, dia bingung harus melaporkan ke mana.
Sahudin berharap kepada Pemda Bener Meriah, Pemda Aceh Utara, dan Provinsi Aceh, serta para penegak hukum yang berwenang agar memperhatikan keadaan masyarakat Kampung Rikit Musara.
“Kalau pihak pemerintah daerah atau penegak hukum tidak bisa menghentikan para pemain kayu karena masalah tapal batas yang belum jelas, paling tidak dapat melarang para pemain kayu itu mengakut kayu melintasi jalan yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat,” kata Sahudin.
Editor : Nur Ichsan Yuniarto
Artikel Terkait