Belum lagi perbedaan waktu dan pola aktivitas antara Indonesia dan Mekkah, biasanya ia tidur dini hari, karena kebiasaan itu terbawa ketika ke Madura, kampung halaman orang tuanya yang sudah sepi saat jarum jam menunjukkan pukul 21.00.
Jadilah Faiz terjaga sendirian di tengah malam, sedangkan saudara-saudaranya semua sedang tidur pulas.
"Di Madura, jam sembilan malam semua sudah tidur, gelap, tinggal saya sendiri yang terjaga. Itu tidak enaknya di sana," ujar Faiz terbata-bata dengan mimik wajah yang polos mengundang tawa.
Ada lagi kisahnya yang cukup mengocok perut, saat ia makan nasi goreng di warung pinggir jalan, ternyata tak cukup satu piring, ia memesan tiga piring.
Orang-orang bahkan pedagang nasi goreng sampai tertawa, mengira ia kelaparan karena sudah tak makan beberapa lama, padahal porsi tiga piring itu biasa di Arab yang terkenal dengan porsi makan yang besar.
Penyuka nasi goreng dan soto itu mengaku kaget saat ditanya nasi kucing. Dia berpikir orang Indonesia makan kucing, padahal yang dimaksud adalah nasi yang dijual pedagang angkringan dengan porsi kecil dan aneka lauk sate-satean yang dijual dengan harga murah.
"Saya pikir kucing dimakan," kata Faiz dengan wajah kaget.
Meski masih belum lancar berbahasa Indonesia dan masih banyak kata yang belum dipahami, Faiz mengaku sangat cinta Indonesia. Diakui jati dirinya bahwa ia keturunan Indonesia sehingga sampai mencari asal-usulnya hingga datang ke Pulau Madura.
Faiz mengaku punya beberapa baju batik yang dia beli saat di Indonesia. Dia juga terus mencari tahu tentang budaya Indonesia baik melalui media sosial maupun langsung dari orang-orang Indonesia yang dikenal.
Editor : Nani Suherni
Artikel Terkait