Bahkan melalui catatan kunjungan Ibnu Batutah seorang utusan dari Sultan Delhi tahun 1345 dapat diketahui Samudra Pasai merupakan pelabuhan yang penting dan istananya disusun dan diatur secara India dan patihnya bergelar Amir.
Pada masa selanjutnya pemerintahan Samudra Pasai tidak banyak diketahui karena pemerintahan Sultan Zaenal Abidin yang juga bergelar Sultan Malik al-Tahir III kurang begitu jelas.
Kondisi pemerintahan dan politik internal kerajaan yang stabil, membuat kondisi ekonomi Kerajaan Samudera Pasai cukup stabil. Apalagi hal ini didukung dengan lokasi Kerajaan Samudera Pasai yang strategis di antara Selat Malaka dan Samudera Hindia.
Tak ayal banyak pedagang - pedagang dari luar negeri singgah, lambat laun Kerajaan Samudera Pasai mampu menggantikan peran Kerajaan Sriwijaya sebagai pusat bandar dagang di kawasan Selat Malaka.
Kerajaan Samudra Pasai memiliki hegemoni (pengaruh) atas pelabuhan-pelabuhan penting di Pidie, Perlak, dan lain-lain. Samudra Pasai berkembang pesat pada masa pemerintahan Sultan Malik al-Tahir II. Hal ini juga sesuai dengan keterangan Ibnu Batutah.
Komoditi perdagangan dari Samudra yang penting adalah lada, kapur barus, dan emas. Di Komoditi perdagangan pada misalnya, catatan Ma Huan disebutkan ada 100 kati lada dijual dengan harga perak 1 tahil.
Pada perdagangan Kesultanan Pasai mengeluarkan koin emas untuk peralatan transaksi pada warganya, mata uang ini dikata deureuham (dirham) yang dibuat susunan 70 persen emas murni dengan berat 0.60 gram, diameter 10 mm, mutu 17 karat.
Editor : Nur Ichsan Yuniarto
Artikel Terkait