EDMONTON, iNews.id - Tari Saman asal Aceh, memukau ratusan pengunjung Edmonton Heritage Festival 2025 yang diikuti 90 negara di Edmonton, Provinsi Alberta, Kanada, pekan lalu.
Gerakan cepat dan dinamis nan indah dari 10 penari membuat kagum para penonton yang memadati panggung di depan pavilion Indonesia yang ditangani Edmonton Indonesia Community Association (EICA).
Dalam festival yang berlangsung selama tiga hari itu, yakni sejak Sabtu (2/8/2025) sampai Senin (4/8/2025) itu, banyak penonton mengabadikan tarian tradisional suku Gayo, Aceh tersebut dengan kamera telepon seluler masing-masing.
Sekadar diketahui, tarian yang diyakini diciptakan dan dikembangkan ulama asal Gayo, Syekh Saman tersebut telah diakui Organisasi Pendidikan, Keilmuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa Bangsa (Unesco) sebagai Warisan Budaya Tak Benda Dunia tersebut.
Salah seorang penonton Luke, 36, warga Edmonton mengaku terpesona melihat keindahan gerakan dan kekompakan yang ditampilkan para penari.
Menurut dia, walaupun penari hanya duduk di lantai, berbeda dengan tarian yang lain, tetapi visualisasi dari formasinya membuat dirinya berdecak kagum.
“Ini (tari Saman) sangat indah. Mereka (penari) menampilkan gerakan tangan yang cepat dan sinkron. Ini memerlukan kerja sama dan kekompakan yang tinggi antar penari. Luar biasa,” katanya.
Keunikan tari Saman juga diakui salah seorang penarinya, Almirajwa Nasution. Siswa kelas 2 SMA Jasper Place Edmonton ini mengatakan, kekompakan merupakan hal terpenting dalam menampilkan tarian yang sarat makna religius dan kebersamaan ini.
“Bukan hanya gerakan yang terlihat harus kompak, tetapi tepukan tangan juga harus sama. Harmonisasi gerakannya yang memberikan keindahan pada tarian ini,” ucapnya.
Penari lainnya, Adella mengungkapkan, mereka telah menampilkan tarian tradisional dari Bumi Rencong ini di berbagai kesempatan di Kanada sejak 2008 lalu dan selalu mendapat apresiasi yang tinggi. Terbukti banyaknya undangan dari komunitas masyarakat berbagai negara yang bermukim di Edmonton dan sekitarnya.
“Awalnya kami dilatih oleh Pak Eko dari kantor Konsulat Jenderal RI Vancouver, Provinsi British Columbia. Setelah itu, kami melatih generasi berikutnya sampai sekarang. Luar biasanya, sejak saat itu sampai sekarang, di tim penari Saman kami tidak ada yang asli dari etnis Aceh,” urai perempuan berdarah Ambon ini.
Editor : Kastolani Marzuki
Artikel Terkait