HGU pertama seluas 885,65 hektare dan HGI kedua dengan luas 1.658 hektare. Masa waktu kedua HGU tersebut selama 25 tahun. Izin HGU tersebut berakhir pada Agustus 1988.
"Sejak izin HGU berakhir pada 1988 hingga sekarang, perusahaan tersebut tidak didukung alas hak dan perizinan melaksanakan usaha perkebunan," kata Ali.
Namun, kata Ali Rasab Lubis, tersangka TR selaku pengurus perusahaan mengajukan permohonan sertifikat hak milik di atas tanah milik negara pada 2029. Tanah yang diajukan tersebut berada di eks HGU perusahaan tersebut.
Tujuan pengajuan sertifikat tanah, kata Ali Rasab, untuk mendapatkan pembayaran dari pengadaan tanah untuk pembangunan Makodim Aceh Tamiang. Padahal, tanah yang diajukan untuk penerbitan sertifikat tersebut adalah tanah milik negara.
"Saat itu, TR dibantu M selaku Kepala Kantor BPN Aceh Tamiang membuat permohonan kepemilikan hak atas tanah tersebut untuk tujuan bertani dan berkebun. Setelah sertifikat tanah dikeluarkan, Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang melakukan ganti rugi tanah kepada TR dengan nilai Rp6,4 miliar," kata Ali Rasab.
Berdasarkan penyidikan, kata Ali Rasab, perbuatan melawan hukum diduga dilakukan tersangka M yakni menerbitkan sertifikat hak milik di atas tanah negara dengan tujuan dijual kembali kepada negara. Serta diduga memanipulasi beberapa dokumen persyaratan permohonan sertifikat hak milik tanah.
Editor : Nur Ichsan Yuniarto
Artikel Terkait