c. Sarung
Supaya pinggul wanita tertutup dengan sempurna tanpa memperlihatkan bentuk tubuhnya, para wanita Aceh mengenakan sarung sebagai lapisan luar celana Cekak Musang. Sarung ini merupakan kain songket yang diikat dengan ikat pinggang berbahan perak atau emas dari pinggang hingga di bawah lutut. Ikat pinggang ini disebut Taloe Kiieng Patah Sikureung.
d. Patam Dhoe
Pakaian adat Aceh sangat menyesuaikan dengan nilai-nilai Islam, dengan demikian, seluruh desainnya didesain supaya dapat menutup aurat wanita. Hal ini tak terlepas dari penutup kepala yang disebut Patam Dhoe. Penutup kepala ini adalah perhiasan berupa mahkota yang unik yang didesain agar dapat menutup aurat di kepala. Sebelum menggunakan Patam Dhoe, umumnya wanita Aceh akan mengenakan jilbab terlebih dahulu.
Bagian tengah Patam Dhoe diberi kaligrafi yang bertuliskan lafadz Allah dan Muhammad. Lafadz tersebut dikelilingi oleh motif bunga dan bulatan-bulatan di sekitarnya. Masyarakat Aceh biasa menyebut kombinasi lafadz dan kaligrafi tersebut dengan Bungoh Kalimah. Mahkota ini juga digunakan sebagai tanda bahwa wanita yang mengenakannya telah menikah dan suaminya memiliki tanggung jawab atas dirinya.
e. Keureusang
Keureusang atau bros dipakai dengan cara disematkan pada gaun. Keureusang termasuk barang mewah karena berbahan emas yang secara keseluruhan berbentuk hati dan dihiasi dengan tahta intan dan berlian (konon ada yang mengatakan, sampai 102 butir intan dan berlian). Keureusang berdimensi panjang 10 cm dan lebar 7,5 cm.
f. Piring Dhoe
Piring Dhoe berbentuk seperti mahkota dan memiliki tiga bagian yang masing-masing bagian dihubungkan dengan engsel.
g. Untai Peniti
Untai peniti digunakan untuk menyematkan pakaian adat Aceh untuk kaum wanita. Bahannya dari emas dan motifnya seperti motif kain tenun yang berbentuk kuncup bunga dan berpola pakis. Jika diperhatikan secara seksama, di tengah Peuniti ini terdapat motif lain berupa titik-titik kecil seperti telur ikan.
Editor : Nur Ichsan Yuniarto
Artikel Terkait