get app
inews
Aa Text
Read Next : Biografi Cut Nyak Dien, Pahlawan Nasional dari Keluarga Bangsawan Religius

Mengenal Pahlawan Wanita dari Aceh yang Rela Gugur Membela NKRI

Senin, 08 Agustus 2022 - 14:45:00 WIB
Mengenal Pahlawan Wanita dari Aceh yang Rela Gugur Membela NKRI
Pahlawan nasional dari Aceh, Cut Nyak Mutia (Foto: Dok kemsos.go.id)

JAKARTA, iNews.id - Pahlawan Wanita dari Aceh menarik untuk kita ketahui. Jasa mereka dalam membela negara tentu patut diapresiasi dengan cara mengenal sosoknya lebih baik.

Peran wanita dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia sangat besar. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya wanita yang diberi gelar Pahlawan Nasional oleh pemerintah. Para perempuan pejuang itu ada yang berjuang di masa penjajahan VOC, pemerintahan Hindia Belanda, hingga ketika perang revolusi mempertahankan kemerdekaan. Salah satu dari banyaknya wilayah di Indonesia yang memiliki pejuang wanita adalah Aceh. Siapa saja? 

Berikut Pahlawan Wanita dari Aceh :  

1. Cut Nyak Dhien 

Pahlawan nasional dari Aceh, Cut Nyak Dhien (Foto: Dok Kemsos.go.id)
Pahlawan nasional dari Aceh, Cut Nyak Dhien (Foto: Dok Kemsos.go.id)

Salah satu pahlawan wanita dari Aceh yang terkenal adalah Cut Nyak Dhien. Beliau lahir pada tahun 1848 di kampung Lampadang, Aceh Besar. Sebagai seorang dari keturunan bangsawan, Cut Nyak Dhien mempunyai sifat kepahlawanan yang diturunkan dari sang ayah yang juga berjuang dalam perang Aceh melawan kolonial Belanda. Ayahnya bernama Teuku Nanta Seutia, seorang uleebalang VI Mukim. 

Dia merupakan keturunan Datuk Makhudum Sati, seorang perantau dari Minangkabau. Cut Nyak Dhien dikenal sebagai pejuang yang tangguh dan mampu menghidupkan semangat teman seperjuangan dan pengikutnya. 

Hingga menginjak usia senja, Cut Nyak Dhien dan pengikutnya terus bergerilya serta menolak untuk menyerah. Pada 7 November 1905, Cut Nyak Dhien ditangkap oleh Pang Laot yang telah membuat perjanjian dengan Belanda. Setelah ditangkap ia kemudian diasingkan ke Sumedang. 

Cut Nyak Dhien meninggal pada 6 November 1908 di tempat pengasingannya. Cut Nyak Dhien secara resmi dinobatkan sebagai pahlawan nasional melalui Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 106/TK/1964 tanggal 2 Mei 1964.

2. Cut Meutia 

Pahlawan Wanita dari Aceh, Cut Nyak Mutia (Foto: Dok Kemsos.go.id)
Pahlawan Wanita dari Aceh, Cut Nyak Mutia (Foto: Dok Kemsos.go.id)

Lebih dari 20 tahun setelah lahirnya Cut Nyak Dien, hadir pula sosok pejuang perempuan yang pemberani di Aceh. Beliau adalah Cut Nyak Meutia atau yang sering dikenal dengan Cut Meutia. Beliau lahir pada tahun 1870 di Keureuto, Aceh Utara. 

Selama hidup, dia menikah tiga kali. Bersama suami keduanya, Cut Meutia mulai keluar masuk hutan untuk berperang mengusir Belanda. Meski suaminya tewas, Cut Meutia tetap meneruskan perjuangan. 

Dengan suami ketiganya, dia bergabung dengan pasukan lain untuk memperbesar kekuatan menghadapi Belanda. Lagi-lagi, ia harus menerima kenyataan suaminya tewas di medan pertempuran. Namun, Cut Meutia tidak terpuruk. 

Dia dan pasukan kecilnya tetap memberikan perlawanan kepada Belanda hingga akhirnya lokasi persembunyian mereka diketahui Belanda. Pada tahun 1910, Cut Meutia gugur di tangan Belanda karena menolak ditangkap seraya memegang rencong. Gelar pahlawan nasional diberikan pemerintah Indonesia kepada Cut Meutia atas jasanya melalui Surat Keputusan Presiden Nomor 107/1964 pada tanggal 2 Mei 1964.

3. Laksamana Malahayati

Pahlawan Wanita dari Aceh, Laksamana Malahayati (Foto: Pemkab Aceh Besar).
Pahlawan Wanita dari Aceh, Laksamana Malahayati (Foto: Pemkab Aceh Besar).

Laksamana Malahayati merupakan salah satu pahlawan wanita dari Aceh. Beliau lahir di Aceh besar, pada tahun 1550. Laksamana Malahayati merupakan putri dari Laksamana Mahmud Syah, cucu Laksamana Said Syah, dan cicit dari Sultan Aceh Salahudin Syah yang berkuasa pada tahun 1530 hingga 1539. 

Dari silsilahnya, Malahayati mewarisi semangat wira samudra, yang mana dia terlibat aktif dalam pertempuran Teluk Haru melawan armada laut Portugis. Pertempuran tersebut menewaskan suaminya. Namun dia tidak larut dalam kesedihan, bahkan bangkit membentuk pasukan Inong Balee yang terdiri dari para janda yang suaminya gugur dalam perang.

Dalam Inong Balee ini, Malahayati diangkat sebagai laksamana, sekaligus menjadikannya wanita Aceh pertama yang menyandang pangkat laksamana. Pada tanggal 21 Juni 1599, Laksamana Malahayati memimpin pasukan laut Kesultanan Aceh melawan Belanda yang memaksakan kehendak dalam berdagang dengan Aceh. 

Sejarah mencatat, pertempuran ini menewaskan Cornelis De Houtman, pelaut Belanda yang menemukan jalur menuju Indonesia. Laksamana Malahayati meninggal dunia tahun 1615, ketika ia berusia 65 tahun. Makamnya saat ini ada di Desa Lamreh, Krueng Raya, Aceh Besar. Laksamana Malahayati ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 115/TK/2017 pada tanggal 6 November 2017.

4. Pocut Meurah Intan

Pahlawan Wanita dari Aceh, Pocut Meurah Intan (Foto: Istimewa)
Pahlawan Wanita dari Aceh, Pocut Meurah Intan (Foto: Istimewa)

Pocut Meurah Intan merupakan putri keturunan keluarga bangsawan dari kalangan kesultanan Aceh. Ayahnya bernama Keujruen Biheue. Pocut Meurah merupakan nama panggilan khusus bagi perempuan keturunan keluarga sultan Aceh. Ia juga biasa dipanggil dengan nama tempat kelahirannya. Biheue merupakan sebuah kenegerian atau ke-uleebalangan yang pada masa jaya Kesultanan Aceh berada di bawah Wilayah Sagi XXII Mukim, Aceh Besar. Setelah krisis politik pada akhir abad ke-19, kenegerian itu menjadi bagian wilayah XXII mukim yaitu Pidie, Batee, Padang Tiji, Kale dan Laweung. 

Dalam catatan Belanda, Pocut Meurah Intan termasuk tokoh dari kalangan kesultanan Aceh yang paling anti terhadap Belanda. Hal ini disebutkan dalam laporan kolonial "Kolonial Verslag tahun 1905", bahwa hingga awal tahun 1904, satu-satunya tokoh dari kalangan kesultanan Aceh yang belum menyerah serta tetap bersikap anti terhadap Belanda yakni Pocut Meurah Intan.

Semangat yang teguh anti Belanda itulah yang kemudian diwariskannya pada putera-puteranya sehingga mereka pun ikut terlibat dalam kancah peperangan bersama-sama ibunya dan pejuang-pejuang Aceh lainnya. Semangat yang tak kenal padam itu membuat Belanda menjulukinya ‘Heldhaftig’ yang artinya ‘yang gagah berani’.

Editor: Nani Suherni

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya

iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut